Sunday, September 9, 2007

Cara baru melihat potensi calon karyawan

Ada cara baru melihat potensi calon karyawan: dengan melihat kualitas pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya, bukan dari jawaban yang diberikan. Jadi, kalau dulu si pewawancara aktif bertanya, sekarang sebaliknya. Calon karyawan baru dituntut aktif bertanya.
Nah, jika Anda calon karyawan dan disuruh banyak bertanya, berhati-hatilah saat pembicaraan mengarah ke hal yang paling sensitif: gaji. Sebab, sampai kini masih banyak perusahaan yang menganggap masalah gaji adalah hal tabu jika dibicarakan terbuka. Banyak perusahaan lebih suka mendiskusikannya secara tertutup. Menurut Gede Prama, konsultan manajemen, peradaban Timur menghendaki pembicaraan halus, tidak langsung, dan tidak terlalu berorientasi uang.
Memang sulit menerjemahkannya. Gede memberikan kiat negosiasi gaji. Pertama, tanyakan standar gaji di perusahaan itu. Maksudnya, bagaimana kerangka gaji dan kekaryawanan perusahaan. Sebelum wawancara, cari tahu lebih dulu gaji yang diterima karyawan lama. Lalu, bertanya langsung ke pewawancara. Dalam konteks ini, tanyakan posisi Anda dalam tubuh organisasi dan kerangka gajinya, sehingga Anda dapat memperkirakan berapa yang akan diperoleh. Tanyakan pula jenjang karier dan waktu tempuhnya, untuk mengukur kemampuan dan perencanaan diri Anda.
Menurut Gede, tak semua perusahaan mempunyai kerangka gaji karyawan atau bersedia membuka masalah gaji karyawan. Justru di situlah terlihat kondisi perusahaan. Perusahaan yang sudah stabil biasanya memiliki kerangka gaji yang stabil pula.
Kedua, apabila perusahaan memiliki kerangka penggajian, lakukan tawar-menawar dalam hal pengalaman. Misalnya, dengan menunjukkan bahwa perusahaan tempat Anda bekerja sebelumnya lebih besar atau lebih sehat, sehingga pengalaman Anda pun bisa diasumsikan lebih baik. Latar belakang pendidikan juga bisa menjadi alat penawaran, jika lulusan universitas besar, bahkan universitas terkemuka di luar negeri. "Pengalaman itu relatif. Dalam waktu dua tahun, orang bisa memiliki kualitas pengalaman yang berlainan," papar Gede.
Sebaliknya, jika perusahaan tidak memiliki -- atau enggan memperlihatkan -- kerangka gaji, satu-satunya jalan: tawar-menawar harga. Ibaratnya, di pasar swalayan lain dengan di pasar becek. Di pasar swalayan ada label harganya, tak mungkin pembeli menawar. Lain halnya di pasar becek, pembeli harus pintar menawar, agar mendapat barang yang baik tapi murah. Demikian pula gaji. Gede menyarankan agar memasang harga lebih tinggi, dengan mempertimbangkan penghasilan yang diperoleh sebelumnya. Gabungkan semua perolehan selama ini untuk menyebut harga yang diminati.
Ketiga, pertimbangkan etika ketimuran. Khususnya, karyawan yang sudah lama bekerja dan ingin memperoleh kenaikan gaji. Negosiasi gaji -- apalagi langsung berhadapan dengan pemiliknya -- dapat dilakukan dari cara paling halus hingga paling terbuka. Cara halus, misalnya, membaca lowongan kerja atau menceritakan kondisi pesaing. Jika pimpinan peka, tentu mafhum. Adapun cara terbuka, minta waktu ke pimpinan dan mengatakan keinginan perbaikan gaji secara terus terang. Disarankan Gede, pertemuan itu dimanfaatkan untuk menunjukkan kondisi yang ada saat ini, lalu memperlihatkan nilai inflasi, serta menunjukkan hasil kerja dan buktinya. Langkah terbuka akan cukup elegan, jika karyawan bisa memberikan bukti dan memiliki kualitas yang andal.
Perlu disadari, kalangan bisnis tingkat atas umumnya tidak menyukai pergaulan yang terlalu berorientasi uang. Meski tujuan bisnis ujung-ujungnya uang, tetapi mereka lebih mengapresiasi ke hubungan dengan orang-orang kepercayaannya. Contohnya, Johannes Kotjo yang sudah minggir dari Grup Salim, ternyata sampai kini masih memiliki hubungan baik dengan Om Liem dan anak buahnya. Hal demikian, karena Kotjo dianggap mengutamakan relationship, bukan sekadar uang. "Kalau sudah dekat dengan para konglomerat itu, mereka akan percaya, dan mata rantai akan terus berjalan," tutur Gede.
Kalau negosiasi Anda dengan perusahaan Barat, Anda bisa melakukannya lebih langsung. Tip Alex Markels yang dimuat dalam The Wall Street Journal, terdiri dari 6 langkah.
Satu, jika Anda tak mengatakan, Anda tidak akan mendapatkan. Intinya, berterus teranglah tentang apa yang Anda inginkan. Para konsultan SDM lebih menyukai keterbukaan, khususnya menyangkut berapa harga yang pantas untuk hasil kerja Anda.
Dua, kenali diri Anda sendiri. Sebelum menuntut imbalan yang pantas, Anda harus mengenal kemampuan dan kelemahan yang Anda miliki. Dengan demikian negosiasi akan terbuka dengan pertimbangan yang masuk akal, termasuk kondisi dan kemampuan perusahaan.
Tiga, jangan mudah menyerah. Pengalaman menunjukkan, jika Anda cepat menyerah, potensi dan kualitas Anda tidak tampak di mata pewawancara. Sebaliknya, kemampuan mendebat dan antusiasme bisa meluluhkan pewawancara, hingga bersedia memberikan imbalan yang mahal ke Anda.
Empat, katakan yang sebenarnya. Jangan berbohong karena menyangkut kredibilitas Anda. Menurut Alex, kini kebohongan dengan memberikan jumlah penghasilan dari kantor sebelumnya mudah terbongkar, sebab jaringan perusahaan rekrutmen sangat luas.
Lima, menangkan hati mereka. Ketika negosiasi berlangsung, bicaralah dari hati Anda, jangan hanya di permukaan. Sebab sesungguhnya, dengan memperlihatkan kesungguhan, Anda berarti memenangkan perasaan, dan ini dapat mempengaruhi keputusan pewawancara untuk berpihak ke Anda.
Enam, waktu adalah segalanya. Berhasil-tidaknya negosiasi, tergantung waktu yang dipilih. Maka, carilah waktu yang tepat, dan tunjukkan antusiasme dalam pertemuan, hingga berakhir dengan baik.

No comments: